Sobat. SDM dan SDA di Papua Menangis - AWIPA-MKW

Breaking

Minggu, 05 Desember 2021

Sobat. SDM dan SDA di Papua Menangis

 

                   Gambar : Penulis Reni W. Pigai I 
                                     AWIPA-MKW



Oleh Reni W. Pigai


Opini , AWIPA-MKW I Pagi yang menjadi malam, bulan yang menjadi tahun, dan sekian lama telah menanti dirinya tak hingga lepas dari tangan penguasa di Negeri ini. Hari-hariku warnai pembunuhan, pembantaian dan dihiasi bunga-bunga api mengalir sungai darah di sekitarku. Bahkan tak jarang mata air darah itu yang muncul dari tubuhku, namun tak dapat, runtuhkan tebing semangat juang.


Hingga hari ini, sobat. Bertahta dalam raga pejuang bangsa Papua bermandikan darah dan air mata diatas tanah leluhur. Demi Negeriku Papua. Mambruk mengaplikasi sebagai warpaper simbol di atas tanah Papua dan di bumi menghiasi alam terdapat banyak beragam alam dan burung surga di jerat musnah hilang oleh penguat sekelompok separatis di atas tanah Papua.


Andai aku sang Elang, aku pasti menyelamatkanya Namun semua hanya mimpi Dirinyalah yang harus berusaha untuk membawa pergi dari kegelapan abadi. Merdeka, adalah hak dan martabat bagi seseorang untuk menentukan nasib di bawah perut bumi ini. Perjuangan tanpa pamrih untuk republik tercinta Menggelora di garis khatulistiwa.


Memberi kejayaan bangsa melanesia di bumi Cendrawasi sepanjang masa


Di balik seruan, demi negeriku. Kukorbankan waktu demi bangsa rela kutaruhkan nyawa di atas tanah leluhur, maut menghadang di depan kau “militer” bilang itu hiburan.Tampak raut wajahnya tak segelintir rasa takut semangat membara di jiwa taklukkan penghalang negeri tangan kosong yang setia menemani.


Kaki telanjang yang tak beralas. Pakaian dengan seribu wangian menginjak basah di badan keringpun di badan yang kini menghantarkan Indonesia Kedalam istana Kemerdekaan.


Pupua raga hilang nyawa, nampak tilas para pahlawan bangsa berkibar dalam syair sang saka kejora berkibar dalam puisi, opini demi west Papua, rakyatnya untuk meraih cita-cita nasib menentukan nampak tilas anak bangsa  bersatu dalam semangat jiwa bergema di jagat nusantara untuk meraih prestasi dan karya merdeka. Hening kata yang penuh dengan makna bertahta dalam raga pejuang bangsa bermandikan darah dan air mata.


Merdeka harta yang tak ternilai harganya Menjadi pemicu pemimpin bangsa Untuk tampil di Era dunia


Pengorbanan, mengucur deras keringat membasahi tubuh yang terikat membawa angan jauh entah kemana bagaikan “pungguk” merindukan bulan jiwa ini terpuruk dalam kesedihan. Di balik seruan korbankan, kabut mmenutupi dalam kenangan pergolakan pertiwi mendung berdarah di negeri ini. Bertandakah hujan deras, membanjiri rasa yang haus kemerdekaan dia yang semua yang ada menunggu keputusan sakral. Serbu, merdeka atau mati, Allah terdengar kian merasuk dalam jiwa dalam serbuan tangan kosong  menyatu engkau teruskan menyebut “derita ku Papua” suci ku teriakkan semangat juang demi negeri engkau relakan terkasih menahan tepaan belati.


Kini kau lihat, merah hitam tanah kelahiranmu pertumpahan darah para penjajah keji gemelutmu tak kunjung sia lindunganya selalu di hati untuk kemerdekaan rakyat menentukan nasib sendiri untuk negriku.



Untuk negriku, rakyat yang di tindas. Saat ini. bukan waktunya berdiam diri dan menonton permainan kotor bangsa melayu ini. Kami harus bersatu bekerja sama. ajak mereka yg belum mengenal sistim organisasi. Ajarkan mereka sifat dasar pemilik tanah negeri ini, melawan revolusi. Dari Sorong sampai Sampai samarai. Saat ini bukan saat yang harus kami berteriak “merdeka…!” sekuat mungkin hingga tuhan pun mendengar jeritan kesedihan hati kami.


Hancur Lebing Tulang Belulang Berlumur Darah Sekujur Tubuh Bermandi Keringat Pengejuk Hati


Ku rela demi tanah airku sang kejora mengelilingi, merah berani putih nan suci dan bintang menerangi di langit sedangkan melambai-lambai di tiup angin sepoi air mata bercucuran sambil menganjungkan do’a untuk pahlawan pejuang negeri berpijak berdebu pasir berderai kasih hanya untuk pahlawan jagat raya.


Ku kenang tubuh hancur lebur hilang entah kemana demi darah, dan demi tulang untuk perjuangkan negriku ini Tanahku, Papua. Demi Papua, pejuang  Pahlawanku (Biak berdarah, Wamena, Paniai berdarah, hingga kini di Ndunga), bahkan pejuang jubi di forum. Tersusuk pisau belati penjajah relakan nyawa pejuang pahlawan engkaulah bunga bangsa di atas Negeri Papua “hitam kulit, dan keritin rambut” berkasar tebal.


Negara kolonial Indonesia, dinyatakan Negara jajahan, Negara rasis hingga tak alpa memberangkatkan pasukan personel dari perwakilan Negara di bawah pimpinan pemimpin  negara kirim di Papua . Kau kejam, tanpa seijin selamat mengapdi di Papua alam Papua dan penjaga tanah. Papua melihat rombongan prajuritnya, semoga mayat yang memulangkan ke negara kolonial Indonesia.


Opini, Papuaku kini. Negaraku berdarah tapi kutetap cinta Papua hingga akhir kiamat. Nasib kini menderita, rakyatnya kini sengsara pemimpin yang tidak bijaksana! Apakah pantas memimpin yang aman sentosa diatas penderitaan ini. Apa kabar hari ini? Kedua pemimpin pemprov Papua dan Papua barat.


Hari ini, saatnya. Demi Papuaku tumpah darahku apakah belum bangun dan terjagapemimpin yang kita bangga,apakah rasa kepemimpinan itu, masih tersimpan di nurani dan tertinggal di lubuk hati. Rakyat membutuhkan seorang khalifatur yang setia dalam memimpin yang menyantuni fakir miskin mengasihi anak yatim. Kami mengharapkan pemimpin yang sholeh dan solehah menggantikan tugas Rasulullah Seorang pemimpin Ummah yang bersifat Siddiq dan Fatanah.


Andai aku Menemukan Seorang Pemimpin Dunia, Seorang Pemimpin [Pem-Prov] Papua dan Papua Barat kutercinta Allah Maha Mengetahui dan Yang Mengetahuinya


Tangan kosong, mengapa  bawa pada moncong bayonet dan panah terhunus. Padahal aku hanya ingin merdeka dari tangan klonial sistim separatis, dan membiarkan Nyiur-nyiur derita musnah di tepian langit karena  kau memaksa bertahan atau mati dengan mengirim ratusan personel yang engkau ledakkan di kepalaku. Aku terpaksa membela diri.


Pesawat Militermu jatuh di tusuk pada rakyat yang tak berdaya. Semangat perdukaan runtuh kandas di batu-batu cadas Ndungga-Wamena yang panas.


Organisasi Pemuda Papua, Kaum yang Diindas di atas Negeri yang Tindas untuk Perubahan


Papuaku “Rakyat tak berdaya” rakyat menangis bahkan tercabik -cabik dengan hebatnya pengusaanya sang korupsi tak peduli rakyat menangis. Kesejahteraan jadi angan-angan keadilan hanyalah khayalan kemerdekaan telah terjajah yang tinggal hanya kebodohan.


Papuaku, Papua kita bersama jangan hanya tinggal diam kawan mari kita bersatu ambil peranan sebagai pemuda untuk perubahan. Provinsi Papua merupakan provinsi paling timur dan terluas di Indonesia. Provinsi Papua terdiri atas gunung-gunung dan hutan belantara. Setiap hari angin bertiup kencang. Gesekan  pepohonan dan alam itu semakin kuat. Kedunya itu makin hari makin menipis dan akhirnya patah. Anehnya, dari keduanya menurun kapasitas hingga besok hilangnya reboiasai dan kekayaan alam di kuras oleh Klonial sistim rodi diatas tanah air sendiri.



Penulis adalah mahasiswa Papua kuliah di Manokwari-papua barat



Tidak ada komentar: